Sistem
pertanian terpadu adalah suatu sistem
pertanian yang diarahkan pada upaya memperpanjang siklus biologis dengan
mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian dan peternakan. Usaha tani
terpadu pada prinsipnya merupakan suatu manajemen tata guna lahan secara
berkelanjutan dengan mengintegrasikan antara tanaman pertanian dan atau ternak secara simultan sesuai dengan
budaya masyarakat setempat. Sistem ini selain mampu meningkatkan pendapatan
petani, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan bahan organic
tanah dan menjamin siklus unsur hara.
Sebenarnya sistem
pertanian terpadu sudah dilakukan oleh
nenek moyang kita di masa lalu walau masih sederhana. Nenek moyang bangsa kita umumnya
menggantungkan kehidupannya pada bercocok tanam, mereka melakukan sistem
pertanian tradisional dengan mengandalkan keseimbangan alam sebagai sistem
pertanian (natural sistem). Saat itu belum dikenal adanya benih unggul, pupuk
dan pestisida. Mereka menggunakan benih yang telah ada secara alami dan berkembang
secara in situ. Mereka tidak menggunakan pupuk, tetapi semua jerami sisa panen
dikembalikan ke lahan. Pupuk yang mereka kenal adalah kotoran ternak. Hama dan
penyakit tanaman sudah mereka kenal, tetapi tidak diberantas. Untuk
pengendaliannya diserahkan kepada alam. Hasilnya, kehidupan nenek moyang kita
saat itu berkecukupan, bahkan berlimpah.
Di desa Wae Ri’i,
Kecamatan Wae Ri’i Kabupaten Manggarai sistem pertanian terpadu telah diterapkan oleh beberapa orang petani. Seorang petani yang paling sukses menerapkan
sistem tersebut adalah Bapak Stefanus Jengguru.
Usaha yang dilakukan
oleh bapak Stefanus patut diancungi jempol.
Bila kita pernah mendengar tentang pertanian terpadu namun belum menyaksikan secara langsung maka kunjungilah
tempat usahanya. Sangat menarik, kita
akan betah untuk berlama-lama di sana, selain karena keramahan tuan rumah juga
dapat menikmati keindahan pekarangan yang dihiasi berbagai jenis sayuran
organik. Bagi yang berminat pada peternakan bisa melihat cara beternak ayam pedaging dan babi. Juga kita bisa menyaksikan
pemanfaatan kotoran ternak untuk biourin, biogas dan pupuk cair hasil
biogas.
Menurut bapak Stefanus
“banyak keuntungan yang akan diperoleh dengan menerapkan sistem pertanian terpadu, selain dapat meningkatkan pendapatan juga
biaya produksi lebih rendah, tidak
perlu membeli pupuk untuk pengembangan sayuran atau tanaman lain karena
tersedia pupuk organik (pupuk kandang dan pupuk cair) dari hasil kotoran ternak, sampah
sayuran digunakan untuk pakan babi, kotoran
ayam dan kotoran babi dimanfaatkan untuk kompor biogas sehingga tidak perlu lagi membeli minyak tanah atau kayu bakar untuk memasak.”
Sekilas usaha yang
telah dijalankan oleh bapak Stefanus di pekarangan yang hanya
berukuran 16 m x 50 m :
1) Peternakan Babi
Hampir setiap tahun menjual + 4 ekor babi dewasa dengan harga
Rp. 3.500.000/ekor dan 15 ekor anak babi
Rp. 1.500.000/ekor.
2) Peternakan Ayam Pedaging
Setiap bulan menjual + 900 ekor
ayam berumur 2 minggu dengan harga Rp. 38.000/ekor.
3) Sayuran Organik
Menanam berbagai jenis sayuran seperti Pocai, Kubis, Sawi Putih, Selada,
Seledri, Cabe Keriting, Cabe Rawit dan lain-lain. Sayur organik yang dihasilkan sebagian besar
dijual dan sebagian untuk dikonsumsi
sendiri. Pengembangan sayuran menggunakan pupuk organik dari kotoran
ternak dan pupuk cair hasil biogas.
4) Biogas
Kotoran ternak babi dan ayam pedaging diolah
menjadi biogas untuk kompor dan pupuk
cair.
5) Fermentasi Pakan Ternak
Pakan ternak diolah dari sampah sayuran dan pelepah pisang yang dicampur dedak dan bahan non kimia lainnya, pakan tersebut tidak dimasak tetapi difermentasi sehingga nilai gizinya lebih
tinggi.