Rabu, 21 Oktober 2015

Penerapan Sistem Pertanian Terpadu di Desa Wae Ri'i

 

Sistem pertanian terpadu  adalah suatu sistem pertanian yang diarahkan pada upaya memperpanjang siklus biologis dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian dan peternakan. Usaha tani terpadu pada prinsipnya merupakan suatu manajemen tata guna lahan secara berkelanjutan dengan mengintegrasikan antara tanaman pertanian  dan atau ternak secara simultan sesuai dengan budaya masyarakat setempat. Sistem ini selain mampu meningkatkan pendapatan petani, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan bahan organic tanah dan menjamin siklus unsur hara.

Sebenarnya sistem pertanian terpadu sudah dilakukan  oleh nenek moyang kita di masa lalu walau masih sederhana.  Nenek moyang bangsa kita umumnya menggantungkan kehidupannya pada bercocok tanam, mereka melakukan sistem pertanian tradisional dengan mengandalkan keseimbangan alam sebagai sistem pertanian (natural sistem). Saat itu belum dikenal adanya benih unggul, pupuk dan pestisida. Mereka menggunakan benih yang telah ada secara alami dan berkembang secara in situ. Mereka tidak menggunakan pupuk, tetapi semua jerami sisa panen dikembalikan ke lahan. Pupuk yang mereka kenal adalah kotoran ternak. Hama dan penyakit tanaman sudah mereka kenal, tetapi tidak diberantas. Untuk pengendaliannya diserahkan kepada alam. Hasilnya, kehidupan nenek moyang kita saat itu berkecukupan, bahkan berlimpah. 

Di desa Wae Ri’i, Kecamatan Wae Ri’i Kabupaten Manggarai sistem pertanian terpadu telah  diterapkan oleh beberapa orang petani.  Seorang petani yang paling sukses menerapkan sistem tersebut adalah Bapak Stefanus Jengguru. 

Usaha yang dilakukan oleh bapak Stefanus patut diancungi jempol.   Bila kita pernah mendengar  tentang pertanian terpadu  namun  belum menyaksikan secara langsung maka kunjungilah tempat usahanya.  Sangat menarik, kita akan betah untuk berlama-lama di sana, selain karena keramahan tuan rumah juga dapat menikmati keindahan pekarangan yang dihiasi berbagai jenis sayuran organik. Bagi yang berminat pada peternakan bisa melihat cara  beternak ayam pedaging dan  babi. Juga kita bisa menyaksikan pemanfaatan  kotoran ternak  untuk biourin, biogas dan pupuk cair hasil biogas.  

Menurut bapak Stefanus “banyak keuntungan yang akan diperoleh dengan menerapkan sistem pertanian terpadu,  selain dapat meningkatkan pendapatan juga biaya produksi lebih rendah,   tidak perlu membeli pupuk untuk pengembangan sayuran atau tanaman lain karena tersedia pupuk organik (pupuk kandang dan pupuk cair) dari hasil kotoran ternak,    sampah sayuran digunakan untuk pakan babi, kotoran  ayam dan kotoran babi dimanfaatkan untuk kompor biogas sehingga tidak perlu lagi  membeli minyak tanah atau kayu bakar untuk memasak.” 
 
Sekilas usaha yang telah dijalankan oleh bapak Stefanus di pekarangan  yang hanya berukuran 16 m x 50 m : 
    

  1) Peternakan Babi
Hampir setiap tahun menjual +  4 ekor babi dewasa dengan harga Rp. 3.500.000/ekor  dan 15 ekor anak babi Rp.  1.500.000/ekor. 
 













2) Peternakan Ayam Pedaging
Setiap bulan menjual + 900  ekor ayam berumur 2 minggu dengan harga Rp. 38.000/ekor.





3)   Sayuran Organik
Menanam berbagai jenis sayuran seperti Pocai, Kubis, Sawi Putih, Selada, Seledri, Cabe Keriting, Cabe Rawit dan lain-lain.  Sayur organik yang dihasilkan sebagian besar dijual dan sebagian untuk  dikonsumsi sendiri.   Pengembangan sayuran  menggunakan pupuk organik dari kotoran ternak  dan pupuk cair hasil biogas.  

     4) Biogas
Kotoran ternak babi dan ayam pedaging  diolah menjadi biogas  untuk kompor dan pupuk cair.












5) Fermentasi Pakan Ternak


Pakan ternak diolah dari sampah sayuran dan pelepah pisang yang dicampur dedak dan bahan non kimia lainnya,  pakan tersebut tidak dimasak tetapi  difermentasi sehingga nilai gizinya lebih tinggi.

Sabtu, 03 Oktober 2015

KISAH SUKSES SEORANG PETANI DESA WAE RII

Profesi petani di negara ini  masih dianggap tidak menarik karena identik dengan kerja kotor,  kasar, di tengah terik matahari  dan selalu  bermadi keringat. Tak heran jika anak muda jaman sekarang enggan menjadi petani. Profesi sebagai petani  tidak  segemerlap profesi lainnya seperti PNS, dokter, perawat atau  guru, apalagi   dibanding menjadi anggota dewan yang terhormat. Bahkan anak muda di kampung-kampung yang putus sekolah  lebih   memilih menjadi tukang ojek ketimbang petani. Namun bagi bapak Blasius Bon profesi petani telah mendatangkan  berlimpah rezeki.

Setelah membuat perjanjian akhirnya aku berhasil bertemu petani sukses itu di kebunnya.  Melihat kedatanganku bapak Blasius berhenti menyemprot tanaman Tomat dan Cabe yang sudah berbuah. “Lanjutkan saja penyemprotannya pak”.  Kataku setelah berjabatan tangan. “Baik bu, kebetulan tanggung, sebentar lagi selesai,” jawabnya ramah.

Tak bosan-bosan aku memotret tanaman Tomat dan Cabe miliknya.  Baru pertama kali  aku melihat sistem tanam tumpang sari Tomat dan Cebe di Manggarai dan ditata sangat  rapih. Saking asyik menikmati dan mengagumi tanaman-tanaman tersebut,  tak sadar kalau  bapak bapak Blasius  telah  berada disamping,  “maaf bu, pekerjaanku baru tuntas”. “Tidak apa-apa, jangan sampai kedatangan saya mengganggu kesibukan  bapak.” Jawabku. “Kita ngobrol di pondok saja.” Mendengar ajakannya aku hanya mengangguk sambil tersenyum, udara panas dan sengatan mentari  menyemangati langkahku menuju pondok di seberang sawah. Kami ngobrol di depan teras,    aku menceritakan tujuan kedatangan dan bertanya banyak  tentang usahanya.

Bapak Blasius Bon adalah seorang warga Desa Wae Rii, Kec. Wae Rii, Kabupaten Manggarai. Belau telah merintis usahanya sejak tahun 2006. Awalnya hanya menanam sawi putih di pekarangan rumah. Tahun 2008  PPL pendamping  desa Wae Rii, bapak Benny Patut memfasilitasi pembentukan kelompok tani yang diberi nama kelompok tani Golo Rii  dan  beliau  ditunjuk sebagai ketua. Setelah kelompok tani terbentuk banyak bantuan  instansi terkait yang masuk.  Dari tahun ke tahun usahanya terus berkembang,  lahan pekarangan yang sempit ditinggal dan pindah ke lokasi Norang. berbagai macam tanaman sayuran dibudidayakan seperti boncis, kacang panjang, brokoli, cabe dan tomat.   Melihat kesuksesannya, perusahaan Cap Panah Merah/PT East West Seed Indonesia (perusahaan benih sayur terpadu)   mengirim beliau magang selama 1 minggu ke Purwakarta, Jawa Barat. Setelah magang sistem pengolahan lahan dan budidaya tanaman sayuran  semakin sempurna sehingga produksi menjadi berlipat ganda. Kini luas lahan yang digarapnya menjadi 0,25 ha,  berapa petak   sawah disulap menjadi lahan sayuran. Penanaman  dilakukan secara bertahap dengan mengatur  waktu tanam sehingga umur tanaman tidak seragam, tujuannya   agar waktu panen pun bertahap, terus menerus tanpa istirahat. Jadwal tanam, panen dan jumlah produksi dicatat  sangat rapih dalam sebuah buku.   Jenis tanaman yang sedang dikembangkan saat ini antara lain : (1) Cabe  merah besar  ditanam pada  lahan  seluas 7 m x 25 m, telah dipanen sejak bulan Pebruari 2015 sebanyak  1,460 Ton, dipasarkan secara bertahap dan memperoleh keuntungan bersih Rp. 25.00.000,-  (dua puluh lima juta rupiah). Selain itu ada juga  tanaman  Cabe merah besar yang ditanam pada areal tumpang sari, akan dipanen mulai bulan Nopember 2015,  diprediksi   keuntungan bersih sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah); (2) Tomat Servo mulai panen bulan Agustus 2015, diprediksi akan memperoleh keutungan  dalam   waktu 4 bulan sebanyak Rp. 4.000.000,-  (empat juta rupiah). Jika dihitung total keuntungan yang akan diperoleh bapak Basilius pada tahun 2015 sebesar  +  Rp. 39.000.000,- (tiga puluh sembilan juta rupiah). “Wooouuuwww luar biasa,” bhatinku.

Selain tekun dalam mengembangkan usaha,  bapak Blasius seorang yang tidak pelit ilmu, sudah banyak warga sekitar yang datang berguru padanya. Setiap tahun ada acara   belajar bersama  PPL dan perusahaan Cap Panah Merah di kebun miliknya. Bahkan karena sistem budidaya yang diterapkan  sangat baik dan menarik serta letak kebun  cukup strategis  yaitu di persimpangan jalan menuju kantor kecamatan Wae Rii banyak petani  desa lain  meniru jejaknya. 

Stelah ngobrol cukup lama dan mendapat bonus  informasi menarik aku mengajak beliau untuk kembali  ke  kebun sayuran.  “Sekarang giliran bapak kupotret”.  Aku menyuruhnya berdiri diantara tanaman  dan membidik  berkali-kali. 

Kisah sukses bapak Blasius Bon bisa menjadi pelajaran berharga untuk kita semua, Tuhan telah memberi  lahan yang subur, tinggal bagaimana kita mengolahnya untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomis. Menurut  bapak Blasius “ tidak sulit menjadi petani sukses, cukup  ada kemauan, tekun dan ikhlas dalam menggeluti pekerjaan.  Kotor, kasar dan terik sinar matahari   jadikan sahabat yang mendatangkan rezeki”.