Rabu, 18 November 2015

PROPOSAL USAHA PENGOLAHAN HASIL KOPI



A.  LATAR BELAKANG
Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi diantara tanaman perkebunan yang lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa Negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia (Rahardjo, 2012).
Pemerintah baik pusat maupun daerah, asosiasi komoditi (AEKI), peneliti dan pelaku bisnis kopi mulai petani pekebun, pedagang hingga eksportir dituntut untuk menggalang berbagai upaya guna memperbaiki mutu produksi kopi Indonesia. Keberhasilan perbaikan mutu kopi Indonesia tidak hanya memperbaiki citra kopi Indonesia, tetapi juga ikut  membantu perbaikan harga kopi di tingkat petani dan harga kopi dunia, sekaligus dapat membangkitkan kembali peran kopi bagi perekonomian Indonesia. Namun sebaliknya jika upaya perbaikan mutu gagal  maka akan berdampak negatif bagi perkopian nasional. Ekspor kopi Indonesia akan turun, harga kopi di tingkat petani merosot dan pendapatan petani kopi juga menurun. Dampak yang lebih buruk lagi, Indonesia dikategorikansebagai negara yang gagal memenuhi kometmen dan akan kehilangan pasar kopi internasional. Jika hal ini sampai terjadi, maka dampaknya sangat luas terutama di sentra-sentra produksi kopi yang menyangkut lapangan kerja, pendapatan petani, perekonomian daerah dan devisa negara.
Hampir 70% produksi kopi Indonesia dipasarkan ke berbagai negara dan hanya sekitar 30% yang digunakan untuk konsumsi domestik. Kondisi ini menggambarkan bahwa kopi Indonesia sangat tergantung pada pasar ekspor. Akhir-akhir ini muncul permasalahan karena lebih dari 65% ekspor kopi Indonesia adalah Grade IV ke atas dan tergolong kopi mutu rendah yang terkena larangan ekspor. Rendahnya mutu produksi kopi terutama disebabkan oleh pengelolaan kebun, panen dan penanganan pasca panen yang kurang memadai karena hampir seluruhnya kopi diproduksi oleh perkebunan rakyat. Disamping itu, pasar kopi masih menyerap seluruh produk kopi dan belum memberikan insentif harga yang memadai untuk kopi bermutu baik.  Budidaya kopi sebenarnya sudah dilakukan oleh petani sejak jaman penjajahan, tetapi pengelolaannya masih tetap tradisional. Kesalahan yang paling fatal yang umum dilakukan petani adalah pada fase pemetikan dan penanganan pasca panen, sehingga menghasilkan kopi mutu rendah. dihampir semua sentra produksi kopi, petani memetik buah kopi sebelum usia panen (petik hijau) dengan berbagai alasan seperti desakan kebutuhan hidup dan rawan pencurian. 
Kemudian saat penanganan pasca panen, penjemuran kopi umumnya dilakukan ditepi jalan atau tempat-tempat yang sanitasinya tidak memadai, sehingga terkontaminasi berbagai kotoran. Disamping itu, penjemuran yang dilakukan tidak dapat mencapai kadar air maksimum yang diizinkan yaitu 12,5%, sehingga biji kopi sering berjamur. Lebih lanjut, alat pengupas kopi yang digunakan umumnya tidak memenuhi standar, sehingga biji kopi yang dihasilkan banyak yang pecah. Disamping itu, cara dan tempat untuk menyimpan hasil yang tidak memadai menyebabkan meningkatnya kadar kotoran dan kadar air. Akibatnya mutu biji kopi yang dihasilkan petani paling banter grade IV. Penanganan pasca panen tersebut sulit diperbaiki karena tidak ada insentif harga, kopi bermutu baik dihargai hampir sama dengan kopi bermutu rendah. Petani merasa lebih untung menghasilkan kopi dengan mutu seadanya tanpa harus mengorbankan waktu dan biaya untuk memperbaiki mutu kopi yang mereka hasilkan. Jadi selama ada pasar yang dapat menyerap produksi mutu rendah, maka sulit diharapkan petani memperbaiki mutu kopinya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perbaikan mutu kopi membutuhkan kerja keras terutama untuk mensosialisasikannya kepada jutaan petani kopi Indonesia dan tugas ini merupakan taruhan masa depan perkopian Indonesia. Apabila hal ini tidak ditangan secara tepat maka ekspor kopi Indonesia akan turun dan pasar kopi domestik akan kelebihan penawaran yang pada gilirannya akan menurunkan harga kopi.

B.  GAMBARAN KELOMPOK TANI
Kelompok Tani   Tunas Harapan  telah dibentuk sejak tahun 2013.  Jumlah anggota kelompok sebanyak  30 orang yang semuanya berdomisili di Desa Wae Ri’i  Kecamatan Wae Ri’i, Kabupaten Manggarai. Memiliki lahan perkebunan Kopi Arabika seluas 25 ha.

C. PERMASALAHAN
1.  Masih rendahnya mutu kopi biji akibat penanganan pasca  panen yang kurang tepat.
2.  Hasil olahan oleh masyarakat  tradisional tertinggal dan terdesak  oleh produk olahan modern.

D. MAKSUD DAN TUJUAN
1.      Meningkatkan kualitas produk kopi sehingga harga jual tinggi
2.      Memenuhi permintaan pasar baik dalam negeri maupun luar negeri.
3.      Meningkatkan kesempatan kerja / kesempatan berusaha
4.      Meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya petani kopi.
5. Mendorong pemberdayaan, memperkuat kelembagaan petani kopi dalam mengembangkan agribisnis dalam pembagunan

E.    DASAR PELAKSANAAN
Dasar Pelaksanaan Kegiatan ini adalah :
1. Program Pemerintah Kabupaten Manggarai  melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan
2.    Program Kerja Pemerintah Kecamatan Wae Ri’i
3.    Program Kerja Pemerintah Desa Wae Ri’i

F.     KEBUTUHAN ALAT PENGOLAHAN HASIL KOPI
Dalam rangka meningkatkan mutu produksi biji kopi maka  Kelompok Tani Tunas Harapan Desa Wae Ri’i Kecamatan Wae Ri’i Kabupaten Manggarai membutuhkan  alat  pengolahan paca panen sebagai berikut :
1.    Alat pengupas kulit kopi basah        :  2 unit
2.    Alat jemur kopi                                 :  6 unit

G. STRUKTUR KELOMPOK TANI
 Terlampir


H. PENUTUP

Demikian Proposal ini disampaikan semoga mendapat dukungan  dari Bapak Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai  dan atas bantuannya  diucapkan terima kasih.



Hormat kami

Kelompok Tani
“Tunas Harapan”

Ketua Kelompok,




....................................









Mengetahui
Kepala Desa Wae Ri’i,



....................................

Penyuluh
Desa Wae Ri’i



...........................................

7 komentar: